Heboh 'Garam Campur Tawas dan Batu Kristal' Ternyata Garam Impor Australia

Setelah ada berbagai bahan pangan yang terbuat dari plastik, kini muncul lagi kehebohan dengan adanya berita garam palsu di Jawa Timur. Kecurigaan pada produk garam ini muncul, lantaran tidak mudah larut meski telah lama direndam dalam air.

Kehebohan mula-mula terjadi di kawasan pesisir timur Surabaya. Warga menemukan serupa tawas di kumpulan garam lokal yang beredar di pasaran. Hampir bersamaan, warga Lamongan heboh dengan kabar adanya batu kristal putih bercampur dengan garam lokal.

"(Tawas atau batu kristal) itu garam impor, dari Australia. Memang lebih padat dari garam lokal dan tahan lama. Kalau ditekan pakai tangan, tidak hancur," kata Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia, Mohammad Jakfar Sodikin, dikonfirmasi pada Senin, 1 Agustus 2017.

Dia menjelaskan, garam impor diolah dengan teknologi. Di pasaran, bentuknya lebih besar dan padat. Warnanya sangat putih menyerupai batu tawas. "Sangat tahan lama, makanya meski dimasukkan ke dalam air, tidak lebur. Orang bilang batu kristal," ujar Jakfar.

Adapun garam lokal, kata Jakfar, hasil dari produksi padat karya. Bentuknya lebih kecil dan tidak begitu padat. Warnanya putih kecokelatan. "Karena tidak padat, mudah lebur dan cair jika dimasukkan ke dalam air. Garam lokal mudah dihancurkan," ujarnya.

Garam Australia yang mulai beredar di Indonesia, menurut Jakfar, murni hasil mekanik. Garam itu memiliki kandungan NACL 97-99 persen karenanya siap dikonsumsi. "Garam lokal NACL-nya 94 persen. Tidak bisa langsung diolah karena kemungkinan masih bercampur zat berbahaya," ujarnya.

Heboh garam batu kristal dan tawas itu tidak hanya meresahkan masyarakat. Produsen garam lokal juga dibikin risau. "Seharusnya pemerintah menyosialisasikan soal garam impor ini kepada masyarakat," kata Yohanes Sugiharto, Direktur PT Garsindo Anugerah Sejahtera, produsen garam Ibu Bijak.

Dia menjelaskan, selama ini garam yang dipasarkannya diproduksi dari bahan baku garam lokal dan impor Australia. Dia membenarkan bahwa kini garam lokal langka, karenanya garam impor lebih banyak dipakai.

"Produk kami aman dikonsumsi, tidak mengandung tawas, apalagi pecahan kaca dan batu lintang," kata Sugiharto.

Memang sebaiknya ada edukasi pada pasar terlebih dahulu apabila ingin mengeluarkan produk baru. Terutama yang menyangkut dengan kebutuhan pokok masyarakat, sehingga tidak terjadi keresahan karena kurangnya pengetahuan.
sumber: posmetro.info
loading...